Di masa pandemi ini, anak-anak justru lebih membutuhkan bantuan. Banyak tugas yang dibebankan kepada mereka. Orangtua yang dipandang bisa menjadi guru pengganti di rumah nyatanya juga tidak sepenuhnya bisa. Oleh karenanya, peran-peran komunitas dalam sektor pendidikanpun semakin dinanti-nanti hadirnya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Akbar Bagaskara, pegiat komunitas Yogyakarta Mengajar dalam Diskusi Senja “Belajar Asyik saat Pandemi, Kenapa Tidak?”.
Diadakan oleh Padepokan ASA, Sabtu (16/01) secara virtual. Diskusinya juga menghadirkan Fitria Eranda, pegiat komunitas Rumah Belajar Indonesia Bangkit (RBIB).
“Pandemi jangan membuat relawan kendor, sebab disaat inilah anak-anak butuh pendidikan. Jangan sampai salah persepsi, karena anak anak jauh lebih membutuhkan”, kata Akbar.
Menurut Akbar, justru di masa pandemi ini komunitas-komunitas yang bergerak dalam sektor pendidikan harus semakin mengencangkan ikat pinggangnya, memompa lagi semangat relawan-relawannya. Untuk apa? Tentu hanya untuk masa depan anak-anak yang lebih baik lagi. Jangan sampai di masa pandemi ini mereka sangat terhambat belajar. Mereka harus tetap asyik belajar dan bahagia.
Untuk itu, komunitas-komunitas perlu menyiapkan berbagai piranti yang menunjang kegiatan belajar asyik di masa pandemi. Mereka perlu berpikir lebih kreatif dan inovatif lagi. Mencoba terobosan-terobosan baru. Bahkan membuat kegiatan campuran antara daring dan luring. Banyak cara yang perlu dicoba memang, dan banyak hal lain pula yang perlu disiapkan. “Diantara hal-hal yang perlu disiapkan tersebut adalah user account, class, groups within a class, assignment, virtual meeting, dan sharing class material”, jelas Akbar.
Peluang-peluang Pembelajaran yang Baru
Sementara itu, Fitria menyadari bahwa di masa pandemi ini komunitas memang dihadapkan dengan berbagai persoalan seperti kekurangan relawan, krisis pangan, adaptasi belajar daring, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pandemi. Ia juga merasa bahwa pandemi menyebabkan komunitas menghadapi berbagai persoalan yang kompleks dan baru. Maka dari itu, tetap membuat komunitas stabil dan berkegiatan di masa pandemi adalah hal yang realistis dan sangat penting. Karena bagaimanapun komunitas memang harus tetap hidup dan menebarkan manfaatnya.
Lebih lanjut, menurut Fitria, “Di masa pandemi ini kita perlu mencoba berbagai pola yang berbeda”. Ia menyadari bahwa pandemi adalah tantangan. Untuk itu harus diciptakan berbagai peluang-peluang pembelajaran yang baru. Diantara pola baru yang sudah ia coba bersama teman-teman RBIB adalah tepuk cuci tangan, pendampingan belajar secara daring, serta membuat konten menari dan puisi tentang corona.
Terakhir, menurut Fitria, di masa pandemi ini kita harus tetap menjaga asa, kita harus mencoba dan mensinergikan berbagai hal yang ada. Untuk itu, ia kemudian mengajak kita merefleksikan kembali ungkapan Ki Hajar Dewantara, bahwa “syarat untuk membimbing anak-anak untuk menjadi orang yang sungguh-sungguh merdeka lahir maupun bathin adalah dengan cara memerdekakan bathin, pikiran dan tenaga anak. Akan tetapi, tidak boleh terlalu mengutamakan kecerdasan anak namun juga mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa”.