Perspektif Komunitas di Yogyakarta terkait Kegiatan Offline atau Online di Masa Pandemi Listed all our awesome blog posts, hospital news!

Pandemi covid-19 telah memberikan dampak besarnya dalam berbagai sektor kehidupan. Baik di sektor sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, maupun lainnya. Dalam hal ini, sektor sosial melalui elemen-elemennya perlu mendapat perhatian utama. Semisal bagaimana geliat komunitas-komunitas di masa pandemi. Karena bagaimanapun, kiprah mereka dalam membangun negeri ini sangatlah krusial. Melalui merekalah terkadang hal-hal yang tak bisa disentuh pemerintah justru bisa disentuh.

Namun, di masa pandemi ini, komunitas dihadapkan dengan berbagai dinamika kehidupan. Situasi dan kondisi seringkali cepat berubah-ubah. Demikian halnya yang dialami komunitas-komunitas di Yogyakarta. Yogyakarta yang notabennya adalah kota pelajar memang diisi oleh banyak komunitas. Semisal komunitas dalam bidang sosial, pendidikan, literasi dan lingkungan. Maka menjadi menarik untuk mengetahui bagaimana perspektif mereka terkait kegiatan di masa pandemi ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Padepokan ASA melakukan survei terhadap komunitas-komunitas di Yogyakarta. Survei dilakukan pada 15 hingga 22 Januari 2021 yang melibatkan 17 komunitas. Komunitas yang berpartisipasi dalam survei berasal dari semua kabupaten dan kota di Yogyakarta. Berikut ulasan hasil surveinya.

Perspektif Komunitas terkait Kegiatan Offline

Hasil survei menunjukkan bahwa 65% komunitas di Yogyakarta tetap melakukan kegiatan offline di masa pandemi. Bentuk kegiatan yang paling banyak dilakukan adalah filantropi, yaitu 41%. Kegiatannya berupa penyaluran donasi, bagi-bagi makanan dan bakti sosial. Kemudian disusul oleh bentuk kegiatan pembelajaran, yaitu 35%. Bentuk kegiatannya seperti pada umumnya, yaitu berupa bimbingan belajar. Sementara sisa bentuk kegiatannya, berupa kegiatan-kegiatan berkreasi atau kesenian, rapat, dan permainan.

Dalam menjalankan kegiatan offline di masa pandemi tentu komunitas mengalami kendala-kendala. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survei yang menunjukkan bahwa 94% komunitas merasa mengalami kendala, hanya 6% yang tidak. Artinya, pandemi memang begitu menguji komunitas dalam berkegiatan.

Kemudian, dari semua kendala-kendala yang dialami tersebut, paling banyak adalah berupa sulitnya pengurus ataupun anggota untuk diajak berkumpul, yaitu 43%. Kemudian disusul oleh terbatasnya ruang gerak berkegiatan, yaitu 36%. Komunikasi, koordinasi, serta keterbatasan ruang gerak dalam berkegiatan menjadi kendala utama komunitas di masa pandemi ini. Lalu, bagaimana jika terkait kegiatan onlinenya?

Perspektif Komunitas terkait Kegiatan Online

Berbeda dengan kegiatan offline, persentase komunitas melakukan kegiatan online di masa pandemi justru lebih besar, yaitu 82%. Artinya memang sudah menjadi konsekuensi logis, bahwa mau-tidak mau komunitas perlu juga bergeliat secara online untuk mengatasi terbatasnya ruang gerak di kegiatan offline. Di samping itu, secara umum kegiatan online juga dipandang lebih minim risiko. Baik secara penularan covid-19, ketertiban umum, SDM penyelenggara kegiatan dan partisipasi anggota atau relawan.

Terkait bentuk kegiatan onlinennya, komunitas lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan berbentuk diskusi virtual, yaitu 36%. Kegiatannya berupa webinar, live instagram, diskusi online, kelas online dan podcast. Kemudian disusul oleh kegiatan-kegiatan lain semisal upgrading skill, rapat dan pembelajaran. Yang menarik, kegiatan filantropi menjadi kegiatan online paling sedikit dilakukan, yaitu 5% saja. Padahal dalam kegiatan offline, filantropi adalah yang paling banyak dilakukan.

Kemudian, terkait kendala kegiatan online, ternyata juga sama saja. Komunitas tetap banyak mengalaminya walaupun persentasenya lebih kecil daripada kegiatan offline, yaitu 65%. Hanya 35% yang merasa tidak mengalami kendala saat berkegiatan online. Kendala yang paling banyak dialami adalah soal tidak lancarnya jaringan, dan persentasenya sangat besar, yaitu 53%. Artinya, mayoritas komunitas memang mengalami kendala ini. Sementara bentuk kendala-kendala lainnya berupa minimnya partisipasi, kegiatan tidak maksimal, kesulitan penggunaan aplikasi, manajemen waktu dan personal anggota.

Ringkas kata, di masa pandemi ini, komunitas-komunitas di Yogyakarta telah memadukan kegiatan offline dan online dalam melakukan geliatnya. Semangat berbagi menjadi tombak utama dalam kegiatan offline. Sementara dalam kegiatan online, sebagaimana pada umumnya, diskusi virtual merupakan tradisi baru yang semakin massif dilakukan. Dan baik secara offline maupun online, komunitas tetap akan mengalami kendala. Tapi, barangkali bagi komunitas, musuh utama mereka bukanlah kendala-kendala ketika berkegiatan, namun ketika sudah tidak bisa menebar manfaat lagi. Untuk itu, apapun yang terjadi, walaupun pandemi masih terus berlangsung, komunitas memang harus tetap hidup dan bergeliat.