KEGIATAN Listed all our awesome blog posts, hospital news!

Biarkan (Anak-anak) Menjadi Agen-agen Pembebasan di Masa Mendatang

Anak yang baik adalah yang tidak nakal, tidak banyak tingkah, tidak banyak cakap, dan tidak banyak hal-hal yang lainnya, intinya tidak banyak, begitu kira-kira kata sebagian besar orang. Terlepas dari sebuah perkataan yang tulus atau hanya alibi semata karena ketidaksanggupan dalam meladeni, barangkali kata-kata seperti itu tidak baik jika terus dinarasikan. Kata tersebut cenderung akan membuat anak hidup dalam bayang-bayang tempurung semata. Hidupnya serba kaku dan monoton.

Padahal kata Kahlil Gibran dalam buku Sang Nabi-nya, “Kau dapat memberi mereka (anak) cinta-kasihmu tapi tidak pikiranmu, sebab mereka memiliki pikirannya sendiri. Kau bisa merumahkan tubuhnya tapi tidak jiwanya, sebab jiwa mereka bermukim di rumah masa depan, yang tiada dapat kausambangi, bahkan tidak dalam impian-impianmu” (hlm. 22-23). Bagi Kahlil Gibran, anak justru dianjurkan selalu mencoba banyak hal. Mereka diberi kebebasan. Mereka berhak leluasa berpetualang dengan pikiran, jiwa, dan impian-impiannya.

Alih-alih serba dibatasi, dibebani banyak hal, dan didikte ini-itu, anak-anak justru harus diperlakukan sebaliknya. Mereka adalah makhluk yang masih polos yang bebas membentuk dirinya sendiri. Segala potensi yang mereka miliki akan semakin berkembangan dengan melakukan banyak hal. Mereka akan leluasa mengolah hati, rasa, pikir, dan raganya.

Maka, tugas kita semua ketika meladeni anak, adalah menjadi fasilitator semata. Kita hanya sebagai pemberi teladan, pemantik, serta penopang keinginan mereka. Atau dalam Bahasa Ki Hajar Dewantara biasa disebut, “Ing ngarsa sung tuladha (teladan), ing madya mangun karsa (keinginan), tut wuri handayani (penopang)”. Ketiga hal mendasar inilah yang kemudian akan bisa membawa anak pada kemerdekaan diri, serta masa depan emas dalam artian yang sesungguh-sungguhnya. Bukan masa depan emas cetakan pabrik.

Karena juga harus diakui, kini seringkali anak-anak diperlakukan bak pabrik yang mencetak produk-produk sesuai kebutuhan pasar. Mirisnya, pola-pola seperti ini sudah menjamur ke berbagai sector kehidupan. Dari pendidikan hingga lingkungan sosial. Dunia mereka sudah sedemikian rupa terkondisikan. Maka barangkali, jika jiwa-jiwa anak bisa bicara, ia akan menjerit-jerit untuk meminta dibebaskan. Ia sudah muak dengan pola kehidupan yang semakin ke sini semakin kaku. Ia sudah tidak bisa sepenuhnya memiliki diri dan jiwanya sendiri.

Di antara akar dari adanya pola seperti itu adalah adanya sikap yang non-egaliter. Seringkali kita semua merasa lebih tinggi dan berhak menggurui anak-anak. Padahal, kata Gus Dur dalam pengantar buku Pendidikan Sebagai Praktik Pembebasan karya Paulo Freire, “Ciri seorang pendidik sejati bukanlah persuasi – yang tak lain adalah bentuk terselubung dari propaganda – melainkan kemampuan berdialog dengan para terdidik dalam suatu hubungan timbal-balik”. Di sini, poin penting yang ingin disampaikan Gus Dur adalah bagaimana agar kita selalu mengedepankan pola dialogis dengan anak-anak.

Dengan melakukan pola-pola dialogis, berarti kita telah berupaya untuk egaliter dengan anak-anak. Kita menempatkan mereka sebagai subjek bukan objek. Kita belajar bersama-sama mereka, bukan sekedar mengajari. Apalagi hanya ceramah-ceramah satu parah. Sehingga dengan begitu anak-anak akan terbiasa mandiri menggunakan berbagai potensi yang mereka miliki.

Dan pada akhirnya, kita memang harus sama-sama mengakui, bahwa kita dan anak-anak adalah sama, sama-sama makhluk yang terus mencari, makhluk yang terus menjadi, dan makhluk yang terus belajar. Hanya dengan mengakui dan merasa seperti itulah barangkali kita akan bisa menganakkan anak. Memanusiakan manusia. Serta memakhlukkan makhluk.

Biarkanlah anak-anak menjadi dirinya sendiri. Sebagaimana tutur Kahlil Gibran, “Anakmu bukanlah anakmu. Mereka putra-putri kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri (hlm. 22). Biarkan mereka menikmati kerinduannya. Biarkan menjadi agen-agen pembebasan di masa mendatang. Dan tidak ada cara lain juga selain dengan membiasakan kebebasan sedini mungkin kepada mereka.

Tweet Like Share Share Pin it Email
Loading...

What others say about “Biarkan (Anak-anak) Menjadi Agen-agen Pembebasan di Masa Mendatang” ? (0 Comments)

Leave a Comment


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.